Laman

Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Ke Kawasan Penyair Madura

Sabtu, 08 Desember 2007

Mahendra

Lelaki kelahiran Sumenep penyuka sastra dan teater sini adalah pekerja seni dan aktif membangun komunitas kesenian, Teater Eska (yogyakarta), Roma Seni Bungkal, SPPY (sindikat penyair pinggiran Yogyakarta), sanggar LENTERA (sumenep madura) dan dengan kekawan aktif membangun komunitas Rumah ARUS Community dan Terminal Kuman eksperimente de arte (Yogyakarta), sebab ia (dan mereka) percaya seni berangkat dari keseharian yang remeh temeh, banal, kitch, juga profan. Lulusan (fakultas teologi dan filsafat UIN sunan kalijaga yogyakarta). Sekarang ia bolak balik Jogja-Sumenep sambil lalu membangun jaringan untuk ‘rumah taneanlanjheng’ Sumenep Madura.

Contak person: +6285868156059 e-mail: Sare_ndra@yahoo.com.


Kisah Cinta Sepotong Kue



: Kemudian lakilaki, dan dari katakatanya, perempuan tercipta. Berbangsa bangsa, ber-su-ku-su-ku, agar kalian saling mencinta. Dan ia mengutukmu menjadi KAMU (kelompok dari kata penuh tipu dan rayu) dan kemudian: DIA; sampai waktu mengubah mereka menjadi BATU.


Apa yang sedang kau gambar, mam?

Bulan merah jambu? Seperti setiap menjelang gerhana? Sakit itu dalam, tak berujung-pangkal. Gambarlah yang dalam, siapa tahu sebentar lagi purnama, dan kau menemu pusar yang membuatmu tenggelam, ke waktu-hingga batu. Batu dari lelahmu. Batu dari bukitbukit pada lipatan dahimu yang hitam tiap pagi menghampar. Dan wajah itu, kenapa rama? Bayangan tembok kota telah menghapusnya hingga lunas dendam dan rindu, dan orangorang: rahwana berwajah sepuluh. Kau dimana?

Tumbuh belukar, kisahkisah sungkar dalam sajakku terdahulu. Parfum, air mineral, bungkus sampo, sabun lifebuoy, sok-lin, pepsoden telah memenuhi kepalamu menjadi teksteks penuh kaki dari kisah sampan sangkuriang dan malin kundang. Lantas puisi? Sunyi dari perjalanan kata menuju jejak teks penuh luka dan air mata. Air mata dari Kala, dan Burisrawa pernah menemukannya sebagai permata; mata Kunti yang terlempar saat melihat Yudistira terluka di arena Batara Dewa. Dewa dari dongeng orangorang bukit yang percaya hantu dan pertapa di dahimu, bukan dahi setiap orang. Lantas panah membuatmu tersungkur lebur, menjadi cerita sinetron dan telenovela penuh bunga –bunga dari pemakaman kisah ayah dan bunda-.

Itulah sejarah bung! Katamu, dan tanganmu menggambar bulatan setengah dua: hitam /putih, ini kamu/ini aku. katakatamu penuh paku.


Menarilah! Di tepian sunyi itu tak ada hantu, seperti percakapan kita tiap kali sepersetengah malam yang lalu-la-lu. Gununggunung, belukar, jejak kaki dan sungai yang dalam dari sisa lipstik di ujung gelas, dan kau hampir tergelincir ke gigir. Sebuah tepian dari kolam tanpa ikan dan bunga beraneka rupa dari kata berjenis dendam. Aku dan kau sama rupa tak sama wajah, katamu.

Tanganmu semakin menari, membuat tulisantulisan setengah jadi, graffity. Membungkus kepala, dada, tangan ke kakikaki. Kaki dari temboktembok yang mengelupas. Dindingdinding menggelinding ke hatimu, semakin tebal hingga patung itu tumbang dan dari mulutmu terdengar katakata tak sampai-tak sampai:

CI-N-TA-CI-N-TA!



Sumenep 2007





2 komentar:

Anonim mengatakan...

Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the Celulite, I hope you enjoy. The address is http://eliminando-a-celulite.blogspot.com. A hug.

FERRY ARBANIA mengatakan...

saya tidak bisa berkomentar...saya hanya ingin menyampaikan salam hangat seluruh kawan2 penulis senior dan yunior seprti saya..hee.....terutama penyairku Bang Mahendra. Kl pulang ke sumenep bisa nggk kita ketemu...... disebuah bincang sastra ...??? trims