Laman

Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Ke Kawasan Penyair Madura

Jumat, 07 Mei 2010

F. Rizal Alief


Penulis lahir di Pangabesen Sumenep Madura 15 Nopember 1987, alumnus PP. al-Huda dan MA NASA Gap-Tim, kini sedang mempersiapkan tugas akhir studinya di jur. Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisannya berupa cerpen dan puisi telah terbit di berbagai media massa nasional maupun lokal, juga terkumpul dalam antologi bersama “Rendezvouz di Tepi Serayu” Grafindo Yogyakarta 2009, “Bukan Perempuan” Grafindo Yogyakarta 2010, serta dalam “Narasi Batang Rindu” Sakera Pangabesen 2010.

HP; 091835151187

Rek. 0112525568 BNI Cab. UGM Yogyakarta a/n Faidi Rizal


Semerbak Garam
---D. Zawawi Imron/

mungkin langit telah kautaburi garam yang diperas dari sajaksajakmu
tanah gersang sudah kau cabikcabik dengan celurit emasmu

kautak akan menyangka ada jerit lantang menggema di atas langit,
mimpimimpi yang tertimbun ombak, telah mampu mengutuk matahari
di langit kemarau menjadi sebongkah batu langit
dan menghafal mantramantra tua warisan nenekmoyang
untuk memecah rembulan dalam semalam

maka tak perlu heran, bila malam telah kehilangan bintanggemintang
siangnya tiada matahari dan kemarau
sebab asin garam dan tajam celuritmu telah menimbulkan luka
yang perih dalam dada anakcucumu sendiri

ya. luka yang amat perih dan tak mungkin kau sembuhkan

Yogya, 2010


Riak Kecemburuan

seperti angin yang tak mungkin merubah warna dalam matamu
dalam matamu akupun mulai menghafal mantra rindu untuk merajut
kembali retak doa yang sempat tersesat di atas langit teramat hijau itu

kosongkan dadamu bila kecemburuan itu tetap membusung
karena lukaku terlampai perih
dan mungkin hanya bisa disembuhkan dengan getar detak jantungmu

ya. kosongkan dadamu, kekasih
langit mulai berubah warna dari merah kental menjadi putih seperti
tulangmu. sedikit hijau seperti sajaksajak yang hadir dalam mimpiku

atau kau tusuk saja dadaku dengan runcing kecemburuanmu, kekasih
dan kita bisa bersenggama dalam kesunyian seperti keabadian dalam
surga

Yogya, 2010


Pada Mimpi yang Luka

kemarin keyakinanku telah sempat memecahkan cahaya bulan yang
pernah singgah dalam mataku ketika memar luka bersimbah darah

kemudian angin senja bekas nafas busuk pertapa ingusan
tibatiba melerai masalaluku dengan potongan malam yang sunyi
hingga akupun menjadi pengantin paling sunyi di dunia ini
meski hanya dalam goa yang berbau dupatapapanjang dan seribu
kembang

o, entah kenapa bulan itu menjadi purnama di atas reranting
sambil bersiul dan mataku seolah binar bercumbu dalam asmara

tidak!

Yogya, 2010


Rumah Retak

hujan kemarin masih singgah dalam rumahku membasahi kitabkitab
yang tak sepenuhnya selesai kuterjemahkan menurut arti kegilaanku
harkatharkatnya kabur dan satu hrufpun masih tergenang air
sedang tubuhku terus menggigil kedinginan

hujan kemarin telah meratakan mimpimimpiku yang tersimpan
rapi dalam almari
dan mataku hanya bisa menyaksikan tetes air
yang terus gusar menusuk anganku yang sempat tegak serupa alif

rumahpun retak ketika aku semakin gila mengutuknya menjadi
kalimat sunyi dalam sajakku yang sunyi
sialnya, hujan itu
seperti tak akan pernah usai untuk terus mengguyur rumahku
selama aku tak berhenti mengutuk

Yogya, 2010


Gelisah Sunyi

bahkan pada kebisuan terdalam dari sisa sunyi yang kumiliki
kecemburuanmu tetap meretakkan dadaku yang kosong
kautelanjang dan menari dalam singkap mataku yang sepi
maka akupun takkan berhenti disini dalam sajaksajakku yang terpatri

Yogya, 2010
Episode Sunyi

tentang kesendirianku di ujung malam dan dingin yang terlampau
gigil itu
bulan bertandang gelisah di dalam matamu yang sepi
hijrah ke semaksemak belukar dalam sajaksajakku
lantas kesunyian menancap gelap dan luka yang tertimbun mimpi

tentang keberadaanmu dalam lukaluka perihku di musim hujan
sajak terakhir yang belum rampung kutulis
harus kuhafal sendiri dalam kesunyian
sambil menunggu kecemburuan paling besar dan kesakitan paling
dahsyat sepanjang malam

ya. tentang ki-ta
yang hanya mengharap satu kata saja untuk sempurna

Yogya, 2010


Rindu Penyair

bagiamana bisa aku menemuimu dalam kesunyian—katanya di selasela
hujan waktu pagi dan tak selesai sampai malam hari di matanya

segumpalkalimat mencair seperti air dalam duduksuntuknya setiap saat
melawan gemuruh yang menggulung gundah di atas awang
hingga tubuh penyair itu terpelanting tanpa gerak memenuhi luas
mimpinya yang berantakan (katakata bertebaran tanpa arti melebihi
kesakitan yang perih)

aku tak ingin kedatanganmu, sayang. aku hanya butuh lukamu untuk
mengamuk penantianku yang panjang—kata seorang perempuan
yang terus membuka gaunnya sampai telanjang memasuki hujan
yang bercak katakata

lambat laun.
kalau begitu untuk apa aku tetap disini. lebih baik aku lenyap saja
dalam katakataku sendiri hingga aku menemukanmu dalam
ketiadaanku

Yogya, 2010


Pantai Sunyi

melepaskanmu serupa membuang satu jarum di tengah samudera
bagaimana mungkin gelombang dahsyat dapat kutaklukkan

tangan ini hanya pandai merangkai sajak sunyi di pinggiran pantai
dan menulis namamu pada ombakombak kecil

atau menyimpan rindu itu di antara desir angin dan daun cemara
kamudian melempakrkan batubatu dada pada perut matahari

lalu aku berkisah pada nelayan tentang penyair yang melaut sehari
semalam hanya untuk merasakan asin garam

ternyata masih lebih perih jika telah mengenai lukaluka—katanya
maka antara pergi dan jalan pulang aku pun memilih untuk tetap disini

menjadi penyair yang selalu tenggelam dalam katakata sendiri
dan kau bersedia membacakan ketika orangorang terlelap gulungan ombak

Yogya, 2010


Semedi Panjang

bila lilinlilin ini kau padamkan bagaimana aku tahu cahaya bulan dan
pendarpendar bintang serta merasakan panasnya matahari

aku tak ingin tersesat di antara keraguan dan malam
sebab mataku sudah mulai binar dan dadaku terasa hangat sekali, sayang
sementara kita baru memulai semedi tapa panjang

bila hanya karena takut tak perlu kau membuka mata bacalah rinduku
berkalikali akupun akan menghafal kecemburuanmu dari kesunyian ini

jangan kaupadamkan lilinlilin ini atau menyimpannya di dadamu, sayang
hingga kita rasakan cinta seperti yang lahir dari hati Yusuf dan Zulaikha

Yogya, 2010


Surat Merah

surat merah yang kau tulis untukku adalah api
aku butuh kesunyian untuk membacanya agar mataku tak ikut terbakar
bukankah kau hanya ingin menyimpan api dalam dada dan aliran darahku

setelah meleleh nanti suratmu itu akan kulemparkan pada debur ombak
karena di sana ada secarik luka lama yang sedang mengaji rindu

silakan kau tulis lebih banyak lagi suratsurat merah dan letakkanlah di
pinggiran pantai, setelah perih nanti akan kutulis lagi dalam sajaksajakku
biar kesakitan itu berubah jadi nikmat—sebuah petikan gitar
yang menjelma seorang bidadari sedang menggantung bulan di leherku

pada saatnya kau terlelap, giliran desis sajakku yang akan membawamu
melesat ke atas langit menabur pernikpernik cahaya atas nama rintih rindu
kemudian kita benamkan masalalu demi mengundang matahari agar aku
tak lagi tersesat dalam lingkar waktu

Yogya, 2010


Narasi yang Hilang

jika kau anggap keberangkatanku itu adalah hilang maka lelapmu sendiri
yang akan menemukan kita telah tidak saling bertemu dalam mimpimimpi

aku telah berani menulis rindu penuh dalam namamu betapa kau ingin sekali
kubenamkan di tempat sunyi—pada kenyataan ketika kita saling mengisi

seperti bunyi rintik air yang selalu ingin menyimpan ketakutan dalam perigi
kupungkaskan akar kecemburuan yang tumbuh di bawah lembabjerami

dankau boleh menceritakan kegetiran darah memuncrat di tepitepi
tapi dengarlah dengan meletakkan kepalamu di dadaku—detak jantung ini

tibatiba di persimpangan jalan narasi sebait rindu hanya tersesat dalam sepi
padahal seharusnya telah mengantarkanmu sampai di sini

sekalian kuharapkan matahari meretakkan jalan paling sunyi yangku miliki
tapi lagilagi hanya ada mendung yang diamdiam menyimpan api

sampai di sini (kau) telah meleyapkanku sebagai lakilaki
sendiri. kembali kulis satu mimpi jadi makrifat sunyi dari sebuah narasi

Yogya, 2010


Sesuatu yang Hilang

pertama kali kaumenatap aku sudah merasa ada sesuatu yang hilang
dari pertemuan ini—dalam matamu kupelajari satu hal tentang bagaimana
menyimpan ricuh rindu dalam kesempurnaan purnama
(keheningan tetap katakata indah dan tak bisa jadi puisi)

apa yang mesti kulihat dari tatapanku sendiri yang telah patah ini
mencoba meramal dengan permainan rindu itu sudah tak bisa kulakukan
apalagi mendekapmu dalam kemesraan

sudahlah takperlu kau memaksaku menyelami matamu lebih dalam lagi
sebab aku terlanjur membuangnya pada hantaman ombak berduri
dan kau selamanya bisa jadi lautan bersama sisik amis ikanikan

ya. lalu kau tak perlu menanyakan kabarku
sebab sudahpasti aku jauh lagi pula aku tak yakin kaubisa menemukanku
dalam dirimu

Yogya, 2010


Air Mata Keruh

jangan sekalikali memaksaku memajang cermin tua yang telah retak itu
sebab kaupun takkan pernah bisa memecahkan keruh airmataku
—sebuah kesunyian telah menenggelamkanku dalam sajak si penyair

Yogya, 2010


Elegi Pertemuan

ada kesakitan memang yang sangat akan kupertahankan
demi meretakkan sebongkah matahari yang kauletakkan dalam dadaku
setelah retakretakan itu jadi kemarau akan kutancapkan di keduamataku

pelanpelan darah akan menetes bercampur air mata hangat
mengalir ke sungaisungai hingga di perbatasan paling menakutkan

berbulanbulan aku mengandung rindu entah dimana akan kubuang
segala tempat sudah penuh sesak dengan ribuan namamu
hanya ada satu kesunyian yang mungkin masih bisa menusukku

atau kusimpan saja dalam letihlelahku
biar penyair sunyi itu rela mengabadikan dalam sekumpulan sajaknya

Yogya, 2010


Sebait Kesunyian

mestinya malam ini kita sudah sampai di pulau sebrang setelah
tak ada lagi ombakombakberpacu dan berkalikali menerjang perahu
yang sedang membawa mimpi kita

hanya saja kita masih tersesat di antara nyanyian para nelayan
dan katakata yang bermukim di perut ikan

sudah pasti kita akan tenggelam karena perahu itu telah retak parah
lalu masihkah kau akan menangis seperti mata yang terluka
atau dengan hati damai kau ikut serta bersamaku menceburkan diri

sebab aku sudah tidak sabar ingin dilumat ombak sampai hancurlebur
kemudian akan kucari puisi sampai di tempat terdalam sekalipun

pada saatnya nanti
sebait kesunyian akan menenggelamkan rindu di dasar mimpi
bahkan selamanya dalam keabadian

Yogya, 2010

Ra. Maisur_Nispah



Ra. Maisur_Nispah ; Merupakan salah satu produk tuhan yang bersemedi di United States of Bragung yang terbit pada edisi 29 Juni 1994 di pangkuan ibunya. sampai sekarang ia masih tercatat sebagai Makhluk Tuhan yang paling Pintar, Funky Abiz, Kocak dan Setia pada kekasihnya. Disela-sela kesibukannya dia masih memperhatikan dunia tulis menulis bahkan sampai sekarang dia masih tercatat sebagai anggota Sanggar ANDALAS dan Teater KOTEMANG PP. Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep.

HENING TERCIPTA KARNA SENYUMMU

hari ini lara melebur bersama asa
yang tercipta dari wajah teduhmu
sementara kau cuma tersenyum
melihat diriku yang bersimpuh di pusaramu yang bisu
wajah manis duduk di altar moksa
mencoba untuk memaknai
teka-teki luka yang sempat kau sabdakan
dan ketika malam menyekat langit
kau datang mengintipku
dari balik janur yang mulai tertusuk oleh malam
tubuh mungilmu menari-nari
mengeja gemerincing alam
hingga terciptalah hikayat
membuat kau dan aku
mengukir risalah Laila dan Majnun
jujur ku baca lembar pengakuanmu
" Sur.... nafsuku tak terkendali "


SEORANG GADIS BERNAMA KACA

tataplah mataku kasih
riak gelombang yang terpantul
mengharuskanku mematung dibelahan bibirmu
selembar kaca yang menggantung dihamparan matamu
membuatku hambar
hanya satu kata yang sempat melompat dari bibirku
" ku ingin mempersuntingmu dengan basmalah "


HIKAYAT I

Lin….
Kepalamu terkelupas
Cahaya putih membuncah di ubun-ubunmu
; hentak
; lunak
Pecah membentuh noktah atom
Lin….
Prasasti yang menempel di punggungmu
Memaksaku untuk mengejanya
Meski sulit bagi batin
Lin…..
Garis yang melintang
Terpantul bersama luka yang menganga
Menghempas dinding kebisuan
Lin….
Kucengkram keningmu
Maaf…
Kuharus remukkan batinmu


RISALAH PURNAMA YANG LALU

Pandanganku melesat
Menerkam tubuhmu
Bayi dalam timanganmu
Menjerit
; Mendengkur
; Menanyaimu tentang nasib
Nasib mengapa kita terkekkang
Ah…. Bosan sekali aku membahasnya lagi
Ku akhiri dengan senyum
Semuga tangis ini bertahta di pelupuk nadiku


TERPUNGKUL BERSAMA CINTA

Sempurnalah sekarang
Tubuhku kau tindih
Kau telan aku
Di ketiak pengabdian
Kerumunan kaummu
Memporak-porandakan sel-sel celah nadi
Tertelungkup di nahkoda
Dasar…..
Tak tau malu..
Kau zinahi aku


HAWA DIBIBIR PANTAI

Sajakku surut
Tercabut wajahmu yang kecut
Bersembunyi dibalik kabut
; Takut
; Lutut
Padahal, Sebelum kau menjajahku
Ku t’lah membungkus kata
Menjadikannya 3 ton kata
Tapi…
Kenapa sajakku surut


PANDORA

Pusaran waktu mempertemukan kita kembali
Dimulut laut
Kutemukan riwayatmu
Berbicara riwayat…..
Riwayatmu mengambang
Menubrukku dari tebing bait
Pandora….
Itukah tubuhmu
Berlayar dikaki langit
Menumbuk matahari
Dengan tombok metos
Pandora…
Kulantunkan namamu