Laman

Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Ke Kawasan Penyair Madura

Minggu, 01 April 2012

Mawardi Stiawan


MAWARDI, dengan nama pena Mawardi Stiawan yang muncul di berbagai media. Lahir di Desa Banuaju Barat Batang-Batang Sumenep Madura. tepatnya di Dusun Gunung Pekol. Pada tanggal 21 Desember 1992. Saat itu, dia mulai belajar menulis sejak duduk bangku kelas VII MTs. Taufiqurrahman di halaman kampungnya sendiri. Dia mengawali menulisnya dengan berawal dari menulis biodatanya sendiri. Kemudian setelah lulus. Dia melanjutkan studinya ke PP. An-nuqayah daerah Lubangsa. Disitulah dia mulai mengembangkan kreaktifitas menulis bersama sahabatnya, sementara hutan, angin, air dan kondisi alam di sekitarnya menjadi inspirasinya dalam menulis. Saat ini, dia tercatat sebagai salah satu Printis Komunitas PERSI (Penyisir Sastra IKSABAD). Dia juga pernah belajar bersama dengan Sanggar ANDALAS. Karya-karyanya pernah dipublikasikan, di Buletin Rendezvous (IKSTIDA), Al-Fikr (IKSABAD), Buletin Variez (Latee II), Majalah Infitah, Exsikutive News, Buletin Pena Kampus (Buletin Jurusan Komunikasi Unitri Malang), Buletin Sidogiri,  Jawa post group (Radar Madura ) dan Antologi TIRTA bersama penulis muda An-nuqayah. Pengalaman lainnya adalah Puisi dengan judul “Ta'temmong” sebagai juara II dalam rangka lomba LKTI yang diadakan oleh Organisasi ISI, tahun (2010), Puisi dengan judul “Gilirya Akhir November” sebagai juara  I dalam rangka lomba menulis puisi dan cerpen yang diadakan oleh Organisasi IKSABAD, tahun (2010). Terakhir puisi dengan judul “Berguru Pada Daun” sebagai juara I dalam rangka lomba LKTI yang diadakan oleh Organisasi IKSTIDA, tahun (2010),  DLL. Saat ini lagi mau menerbitkan Antologi Puisinya dengan judul “Malang Melintang” bersama penyair diam-diam, Subaidi Pratama.  Tercatat sebagai Pimred Buletin Pena Kampus dan saat ini menjadi pengasuh Komunitas Dialog Langit (perkumpulan anak komunikasi yang belajar membaca-menulis-berdiskusi bersama) sekaligus menjadi Mahasiswa Unitri Malang Fakultas Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi.
Kontak komunikasi:
E-mail: mawar_ku50@yahoo.co.id dan juga mengasuh blog penyairbanyuayu.blogspot.com

Risauku Di Ujung Kemarau

ketika itu bulan telah terhitung genap
dalam sejarah pergantian senyapku
segelintir desau angin sallju
mengipasku pelan-pelan
bersama sebintik embun yang jatuh
erat memeluk kesepian rerumputan

Ada yang ingin ku ceritakan padamu, di
Tentang kemarau yang telah mengantarkanku
Pada kebimbangan, kemalasan dan kedustaan
Aku dibuat terlena dalam buaian manis kenikmatan
Hingga aku pun jadi lupa
Dari makna waktu dan sejarah
Kemudian menidurkanku pada luka-luka yang berdarah
Membawaku terbang dalam khayal belaka
Lalu menenggelamkan segala mimpi-mimpiku

Kini aku hanya bisa bersulam
Dalam ketidakpastian sejarah masa depan
Karena diantara pergantian musim lalu
Aku telah gagal menanggalkan ketekunan hati
Di setiap rakaat catatanku
Dan aku pula yang telah gagal
Menciptakan warna pelangi
Di setiap sudut rumahku
Hingga aku di buatnya lupa
Pada kewajibanku sebagai diriku dan hamba-Nya
Sebab aku telah melalaikan segala kenangan dan amanat
Menidurkan tiap-tiap lembar firman-Mu
Menikmatinya dengan tidur pulas
Di atas ranjang kemalasan

Malang, 20 Juli 2011

Puisi Tak Usai

Kenapa tidak engkau lemparkan saja peraasaan ini
Biar gemuruh dan harapan tak lagi tumbuh
Lalu mengakarlah dalam lubukku

Bila saatnya tiba musim bertopeng
Dimana ketika kita selalu dipertemukan pada kepalsuan cuaca
Sehingga matahari benar-benar  menyepi dalam selimut

Malam berikutnya
Biarlah kesunyian ini menjadi tamu kehormatanku
Lalu Akan ku basuh segala kesepian ini
Dengan tarian ilalang dan lagu malam

Dan di lentik matamu
Puisi ini tak usai

Malang, 23 Januari 2012

Sajak Terakhir
      -buat kekasihku

Barangkali inilah sebuah luka
Yang seringkali engkau takutkan
Kita akan pergi dan tak akan pernah kembali lagi

Sesaat setelah siang bertukar rumah dengan senja
Ada gelombang baru yang sulit aku tafsiri
Aku pun jadi diam setelah
Angin itu membawa matahari menjadi malam

Sementara angin sangsai itu
Terus bergemuruh
Sambil memainkan isyarat alam
Lalu datanglah awan berselimut kelabu

Dan malam itu, airmata ini
Tanpa terasa turun dalam keadaan telanjang
Airnya teramat hangat sekali
Dan rasanya seperti air laut

Malam berikutnya
Aku benar-benar sah milik tuhan

Malang, 2012

Sajak Buat Nabi Muhammad SAW

Pa,
Di bulan ini ada sejarah
Yang kadang kita lupakan
Lantaran waktu terus berhembus
Laut bergelombang
Dan matahari selalu setia bertukar rumah dengan bulan

Maulid nabi
Jika boleh aku menyebutnya
Dimana pada bulan itu
Tetumbuhan tumbuh dengan seribu buah
Airnya mengalir mesra
Langitnya cerah
Dan buminya sejahterah

Sementara angin diluar sana terus mendesir
Sambil membawa anugrah Tuhan
Dari arah yang berbeda
Disisi yang lain matahari itu terus berlari
Meng-nur-kan bumi seisinya

Pa,
Dialah nabi Muhammad SAW

Malang, 2012


Biarlah Aku Pergi

Tak usa ad airmata
Bila sajak keergianku datang menemuimu
Biarlah aku pergi
Dengan sebuah senyuman
Disaat malam terus benyanyi
Bulan yang bersinar menyinar
Dan ketika matahari telah datang
Menjemput kicau burung-burung pemanjat doa

Biarlah aku pergi
Dengan sebuah senyuman

Banuaju, 2012

Hujan Itu

Hujan itu, Mi
Membawaku terbang
Pada masa dimana dahulu aku pernah telanjang
Dalam mimpi di laut otakku
Gelombang dan angin sama-sama bergandengan tangan
Memainkan anganku dalam langitku awan kelabu

Hujan itu, Mi
Begitu deras
Samapai sampan-sampanku hancur
Dalam pelabuhanku sendiri
Dan kini
Hujan itu
Benar-benar menjumpaiku lagi.

Banuaju, 2012

Sketsa Alam Banuaju

Indah sekali desaku ini
Desa yang dahulu engkau beri nama banuaju
Setiap matahari datang menemui pagi
Dari Lelagu burung-burung, ayam yang berkokok
Katak yang bernyanyi dari airmata airmu
Selalu mengantarkan dawai di hati

Udaranya begitu segar
Desaku hijau
Tetumbuhan tumbuh segar
Subur dari lading-ladang yang terjatuhi airmata langit

Kupu-kupu dan capung mulai bedatangan
Dari sisa musim yang lain jarak yang berbeda
Dan harum bunga-bunganya menebar pesona

Itulah desaku yang permai
Setiap pagi orang-orang pergi ke sawah
Sambil membawa cangkul
Dan bernyanyi riang dari secangkir kopi
pengusir sepi

dan jika sudah waktunya panen
kami pun tak lupa bersedekah

Banuaju, 2012

Jumat, 10 Februari 2012

Anshori Musim El Kurzamie


Anshori Musim El Kurzamie nama pena dari Anshori pria kelahiran 08 Oktober 1994 ini sekarang masih berstatus sebagai siswa kls XI A MA Al Karimiyyah sekaligus nyantri di pondok pesantren Al Karimiyyah beraji gapura sumenep sebelumnya penulis menempuh pendidikannya di MI Khusnul Khotimah Aeng Merah Batu Putih Sumenep kemudian meneruskan MTs-nya di beraji sambil nyantri, penulis juga dipercaya sebagai pemerhati Organisasi Intra Sekolah (OSIS) sebagai pengangkat program intelektual baik akademik maupun non akademik (2006-2007), penulis diberi tanggung jawab sebagai ketua ekstra MTQ (2006-2007) penulis juga diberi amanah sebagai pengurus bakat dan minat di pondok pesantren Al- Karimiyyah dari tahun 2009 sampai sekarang.

Ditengah-tengah kesibukannya penulis juga tercatat sebagai mantan sekretariat sanggar BIANGLALA (2010), dan sekarang penulis menjabat sebagai ketua sanggar BIANGLALA, penulis juga tercatat sebagai Lay Out bulletin cakrawala. Sambil menjalani tugas, penulis tak hanya aktif di sanggar bianglala tapi juga aktif dalam kajian kumunitas Rakyat Taresna (RT) Sekolah Tinggi Islam Al Karimiyyah (STIA) dll.

Pria kelahiran 1994 ini juga mengikuti berbagai lomba baca puisi dan cipta puisi dari tingkat kecamatan sampai tingkat jawa timur disamping itu penulis juga sering mengikuti lomba lukis dari tingkat kabupaten sampai tingkat nasional. Beberapa prestasi yang diperolehnya diantaranya juara I baca puisi (2005), juara II baca puisi (2006), juara I baca puisi (2007), juara I cipta puisi semadura tahun 2010 (merebut piala Asia_D. Zawawi Imron), dan juga juara I lomba Lukis (2005). Juga terpilih sebagai satu orang terbaik mengikuti porseni jawa timur perwakilan kabupaten sumenep (2011), dll.

Untuk berbagai aktifitas sastra ia sering mengikuti dialog, kajian, diklat, diskusi, seminar, workshop dan bedah buku, selain itu ia juga aktif menulis puisi sejak MTs kls VIII dan sampai sekarang ia juga menulis fiksi, cerpen, opini, artikel, dan kritik. Beberapa tulisannya juga dimuat di berbagai majalah dan bulletin dwi mingguan, hal lain penulis juga pernah diminta untuk menjadi pemateri dalam sosialisasi pembenahan kematian karya sastra dimedia (2011) dan ia juga pernah diminta untuk menjadi juri lomba cipta puisi (2010-2011).

Sejumlah antologinya yang sudah terbit antara lain HIJRAH (antologi bersama sanggar bianglala 2011), DZIKIR SENYUM (antologi pribadi dan pertamanya 2011), dan sayup-sayup sayap(2012).

Untuk info lebih lengkap mengenai penulis atau bisa buka facebook penulis: anshori musim el kurzamie, Email: anshori_musimelkurzamie@yahoo.co.id juga bisa langsung kunjungi: www.anshorimusimelkurzamie.blogspot.com.


bintang di lehermu tuntaskan kematian

kupecahkan alam dan melepas nisan hitam
seluruhnya kukabarkan pada bunga kenanga
jatuh setegah abad
membayangkan sebuah pertemuan dalam angan

duh, aku melihat dilehermu
ada bintang-bintang membacakan ayat rindu
tanpa ada rencana
aku tetap memaknainya sebagai pelepasan kematian
seraya aku mengingat
ucap dari bibir mungilmu
atas diriku musim bunga telah mangantarkan
lebam serpihan usia
pada ruhku yang susah sekali dibaca
keksucian doa yang melempar kematamu
kembali menjelma ruang kosong
sebagai tatapan sunyi yang ikhlas menerima kecupan
lalu kuciptakan kamar paling dalam
sebagai pertemuan dan perbincangan kita
sebelum waktu benar-benar melarungkan hasrat
yang menggiringi kita pada busa lentur jiwa

kau berdiri sambil saksikan peristiwa didadaku
dan pada tembok belakang itu kita saksikan
bayang-bayang yang terlebih dahulu menggebu
sebuah rambat yang senantisa mendhalimi
antara pembakaran cinta yang setiap hari
menjadi bunga melankolia


sumenep, 2011


ibu, perempuan yang hendak kupinang
kini telah menipuku

pu ami-ami belalang-lalang kupu-kupu
siang makan sedih kalau malam kau menipuku

ibu, perempuan yang hendak kupinang kini telah menipuku
sebilah bayang-bayang semakin menjulur
menunggu remang kabut yang hendak kuceritakan padamu
malam itu, ibu
sebenarnya aku ingin membawa satu perempuan padamu
dengan ikal rambutnya yang bergelombang
pun riak wajahnya yang berpulau topan
namun aku tak sempat
karena rembulan waktu itu
benar-benar menyobek punggungku
hingga aku tak dapat lagi berjalan secepat waktu

meski aku tertipu, doaku tetap memantul, ibu
agar perempuan itu dilaknat menjadi batu
kemudian diam mengenang kematian
dan ketika kemenangan kembali berayun mesrah_menemuiku
aku akan membakar kicau munafik dari mulutnya

kenapa tak kau potong saja leher perempuan itu, ibu
bila kau mau?
sebab kalau dia masih tumbuh pada rambutku
dia tetap saja mencangkul otakku dengan keras
aw, sungguh sakit ibu

malam-malam telah hampir berderak
serupa gangguan lampu neon dari mimpi angin
dan aku masih saja merindukan perempuan itu
dengan sedikit perih dan segala dingin dalam diri
mungkinkah, ibu
perempuan itu akan kubawa lagi padamu
sementara hari ini dia dengan sopan
menyusup sebagai dongeng tangis dengan luka yang kian
bengis
dia berlari membawa api_menghadapku
matanya menyalakan sepasang dusta
pun rambutnya berumbai bagai ombak yang baru usai

sekali lagi kukatakan padamu, ibu
perempuan itu masih setia menipuku

pu ami-ami belalang-lalang kupu-kupu
siang makan sedih kalau malam kau menipuku

sumenep, 2011


hasratku terbang menuju sumsum rusukmu

terakhir aku melihatmu
seperti ada seribu tusuk jarum
yang bening membelai namaku
dan hasratku terbang menuju sumsum rusukmu

dimana kenangan yang seringkali kau ucapkan
dan seringkali kau janjikan padaku?
sementara rinduku yang kini berangkat
membuka apapun dalam diam
hingga doaku selalu tak terpanjatkan
mungkin saja kau sengaja atau ingin menyiksa
kembali kau tusuk mataku dengan keras
aduh, senja menepi kemudian bersholawat diwajahku

hari ini, sebenarnya ada yang ingin kutulis diwajahmu
secarik azimat dengan tahlil mawar
tapi tiba-tiba badai menyeretku
hingga wajah kita serupa ombak dalam laut
kadang pasang-kadang surut

sumenep, 2011


sungai-sungai yang masih mengalir didadaku

lupakan saja ciuman itu, ma
sebab tangisku sekarang mengerutupkan kiamat
sungai-sungai yang masih mengalir di dadaku
berubah jadi laut temaramkan musim
dan kabut yang mahir bercerita

kita adalah dua ekor merpati, ma
sepanjang perjalanan
memanjatkan dengkur bulan
dan kau tak pernah paham
inilah bungkus wajah
dengan 99 prajurit mengiring retak samudera
pada rindu yang disakralkan pelukmu

dengan menembus gugus bintang, ma
aku dapat mamaknai puisi yang kau cipta tenpo hari
sambil bernyanyi, menari
hingga beragam kalimat telah kau semburkan semua

dijalanmu, aku memujimu
bersama terik matahari yang pilu dari masa lalu

sumenep, 2011

lA’es afif aqil al-hasani



Lahir disebuah desa kecil di kota sumenep desa tengedan batuputih yang mana dia pernah juga dijuluki dengan“penyair kecil” dipesantren yang dulu ia menimba ilmu disana. Ia mulai mengenal dunia 13-nopember-1995.karya-karyannya hanya berkecapung
dalam majalah dan buletin-buletin pesantren, sepeti halnnya rendezvous(majalah iksbat annuqayah). Buletin sidogiri,muara,buletni nasyith dan lain-lainnya.puisinya juga sering dibacakan dianank santri putri di sidogiri. Dan pernah pula ia menjadi bagian tubuh dari
komunitas sastra :sanggar andalas Annuqayah,sanggar pangeran dan sanggar AIR (alumni raudlatun nasyien) ditempat tinggalnya.dan saat ini ia sedang menekuni ilmu-ilmu agama dipesantren sidiogiri pasuruan setelah boyong dari pesantren annuqayah disumunep. Dia bisa dikontak melalui emailnnya/fb-nya: la.elang@gmail.com dan juga dengan no. Ponselnya 087850317227.
.
Opa Tua

Berkibarlah, berkibarlah
Benderaku
Walau dengan bertubuh lusuh
Tanpa susu dalam payudara anakmu
Kain bolong tubuh bolong
Lalu salah apa kami melonglong.
Dalam kantung bisumu
Adakalanya tikus memakan beju-baju orang
Adakalanya kelelaewar memakan jambu-jambu yang kusimpan
Jambu manis jambu mudah
Susah payah kau ada
Ada apa dengan Indonesia

Berjalan terluntalunnta dalam patah-patah tiang yang ada
Langit tanpa ozon (angina datang kau buat badai;
_kentut datang kau pakai otot)
Aduh indonesia rupamu kini tak terbaca
Dalam arca-arca kan tiba

Balada negriku sekonyongkonyong sandal peraspal
Dengan baju tanpa dicuci tanpa sikat gigi
Dan meriam ditanganmu
Ini adalah surat dari alam bawah tanah
Yang diinjak setiap kaki
Kaki cinta-_butalatahterompah opakutua

Tanpa tahu apa itu jijik
bauh
dan najis
Adakalanya kau berkencing dikamarku
Kamar bersama yang dibuat sang ayah
Dengan memakai pakaian berbauh tahi kuda
Kau berkata so’ bodoh “kentutmu juga bauh tahu”

Aduh cermin datanglah
Agar dia berkaca,jangan takut pecah ditonjoknya
Buat tubuh rangka wirat dalam melawan lampir
Yang hamper sekarat
”he’,he’he’,he’, ”. kata lampir dalam tawa busuknya

Hai darah negri
Irilah kau ditepi tanganmu telah merancang gunung
Sedang kau?

-pernakah kau merangkai bukit saja?!


Dombalatah kakibuta jalan patah-patah-kata dada dengan punggung dzal
Ngeronyo,encokencoktinggal bilang
Pada anakmu
Ini salah siapa
Aku tak tahu
“mungkin sama-sama!”lalau tertawa
Menunjukkan Gigi taringnya
Dengan sisah-sisah darah

Indonesia, telah kukirim selusin surat
Beralamat alam bawah tanah
Tapi kenapa
“ditanya kenapa?!” kata dunia
Suratku menjadi figura rumah
;dank kau simpan dalam vas kaktusmu

Oh, negriku
Opatua matabuta-kacaarcaarca punggung tak tegak
Latahlatah dalam terompa rumah
Jangan jadi pelacur bis kota


Marji’ ilaih
-(kopi dan rokok)

Sementara dipinggir jalan
Diwarung-warung yang terpangpang
Nun orang gila
Duduk santai diatas bangku yang telah lapuk
ibawahnya kemenyan sauh
“tanpa tahu,atau, Cuma tak mau tahu”
Dengan secangkir kopi asluhu pahit
Bersama sebatang rokok yang mengepul
Kadang asap merayap kejalan-jalan
Apa ia tak tahu berapa nikotin tersimpan didalamnya
Konsekuensi nikotinisme menjalar dara akar
Bersangkar-lah belukar tanpa nanar
_”-dalam kopi terdapat gulagu l a dan kehangatan
Yang ada, rokokpun membuatmu melayang keseluruh jagaat
berabatabat”katamu_sambil tertawa
kini senja makin terasa
senja siap menanti seluruh umat \ dann malam buat

bula terlelap
dalam tidur nyenyaknya.,.,,,,,,,
-slam,slam,menyelamlah kau pada islam
Islam,islam, ya islam

Bersama secangkir kopi

Kau tumpangi injil,taurat,zabur; bible bible Yang ada
Dengan sesajen kopi dan rokokmu
Yang kadang membuat semua sesak
Dengan mole didalamnya nikotin yang makin tak terasa
_ada dalam ke ma bu kan_
Kopi rokokmu bukanlah tuhan
Tuk mencapai kehangatan

;semalam ada telpon berbunyi
“ini jalan menuju syurga?”katamu
“oh,maaf salah alamat tapi ini siapa?boleh kenalan ga’?“katanya
Kemudian terjadilah percakapan panjang
Tanpa terasa senja akan datang
Kini handpone mu masih tak mati mati
Percakapan terus terjadi


Kapan kau pulang

layar berlayar
perahu layar berlayar
mencari ikan sampai tak pulangpulang
dinegri yang terguncang
layar dan berlayar
kapal berlayar
dilautan penuh gelombang dan buih menyapu tanpa lesuh

sudah kau tahu
senja makin mengada
mengapa kau tak pulang
sementara lautan makin pasang
jangan kau makin pasanngkan samudera
pulannglah,sayang
istri dan anakmu menunggu dirumah
dengan sekrat bir
dari kehidupan nyata
tanpa lata tanpa buta
-jangan jadi arca lah-
Kemdian berpelukan,tercapailah kehanngatan
“israel,amerika, dan negri lamkelam mereka tak kembali pulang”
“palestina,irandan lam slam dalam kebeningan,mereka memang
pulang,namun istri;anak anak mereka telah meninggal,yang meninggal
dengan selusin krat bir kedamaian.
Dan sementara indonesia?.
Sepertinnya ia berlayar dan mungkin tak kan pulang lagi”

Layar dan belayar
Menumpanngi perahu layar
Kapan kamu pulang, sementara lautan
Makin kau buat pasang

Harum busa sabun
dalam novel ketika loncenng berbunyi 12 kali

Di dasar lautan
Putri duyung terpancing oleh rancing tersimpan
Tertera dari papan sekolah
Tak terasa sehelai rambut
Mengkabutkan awan
Meributkan bintang - bintang
Menjadikan perut kelaparan tak pernah keramas malam
Menyisahkan sebotol shampo dalam kamar bulan madu
Yang tak kunjung kembali pulang
Walau langit masih jauh
Dari suara yang keluar dari alam bawah tanah

_dari beberapa kain kerudung;
Cadar terjatuh dalam lautan
Menyantapnya batu
Betu karang karang merobek kulit basahnya
Bolong bolongkan habislah kemala
-tikus memakan pakaian pakain dalam almari
Yang tertutup rapat berbulan bulan
(tak terbuka, sayang)

Menghisap belukar kekar
Telah lama pancuran air tak mengalir atau menetes
Pada tubuh batu, mengubankan rambut kepala
Ber-epilog rontok
Dari montok_ tersedot
Dengan kata meronta ronta
Dalam dekapan sangkar Mu
Tumbuh bakal akar
Memeluk hujan pada pacaaren
Dari sisah sabun lifeboy yang hampir menguap
Menguap_ maka menguap dan hampir tersantap

Ya, dijalan kota ada putri duyung tersalibdialun alun
Dulu kau jual gaun gaun
Merobek kain kain dari kafan zamzam menuju kelamnya malam
Jalan trotoar tanpa lampu neon
Dalam urat bumi hilang dzikiran rumput diladangmu

Hari dari - hari dan kemudian akhir hari ini
Dalam telanjangnya
Mataahari menyilaukan tubuhnya
Putri duyung tertangkap kaca cermin toko sendiri
Ada luka membekas tak hilang hilang
Mungkin tak pernah hilang
Dalam tubuh ikan kan menjadi abu


Mala jum’at
Vs
Lalat

Malam jum’at
Adalah malam keramat
Jimat jimat berkeliaran
Mencari
Tubuh abuabu yang bermandi susu
Melusuhkan kotoran ayam
Yang kemaren baradu diri
Pada sebuah kaca dijendela rumah

Dan hal itu adalah kisah terlupa
Tak bisa terbaca lagi
Dan mentari pulang kembali
Dengan dali-dali kemala
Eits. Tapi bukan band dadali

Ini adalah kisah nyata;
-malam jum’at adalah malam
Jimat tampak didepan mata
Dan sekarang kita hanya bermain disebuah sumber kecil dipersawahan
Tanpa tahu milik siapa

“aw, ada ikan
Mencumbui tubuh
Bentuknya indah
Warna-warnipula”Katamu
Denganberlagak seperti sishobi
Pada umurmu
Sudah hampir lelah
Temanimu tanpa yang basah
“besok lusa aku akan kembali”katamu lagi tersisah elegi
Meninggalkan ma’,abah
Yang bertarung dengan sapi
Diarea sawahnya
Tanpa alasan sempurna

“du’ oco’ suwesuwe” kata ibumu

Masih ingatkah kau pada kutu-kutu
Dialah yang mencuri dan menghabiskannya
Dikepalamu dankau lupa pakai shampo
Bauh- bauh berterbangan, menjadi saksi
Balada yang terputus di ujung siang
Melupakan malam jum’at
Malam keramat

Sayang, kau kalah pada lalat

16-11-1432H


Untuk_mu
usai sudah_kangen band

Serasa waktu menghimpit kita
Ketika burung pipit mengucap lagu
Yang tertanCap pada desauan angin yang mereka buat
Hingga hutan-hutan yang semula lebat nan Berwarna
penuh cerita dari akar hingga kebatang dan dedaunan
-Yang kini semua kering
Melengking perih karena sakit_
_;sayang, sebenarnya bukan mauku
Tuk membuat hangat yang berubah
Menjadi hujan lebat yang mengguyur semua yang tertulis pada pohon itu
Pada jelma’an mentari, pada lukisan dipasir kemala yang kita buat
Hingga berubah pada lukisan dalam grafity yang tak menemu arti
Yang, aku mulai terbius pilus yang mulai kadaluarsa
-Sayang, semula sungguh ku anggap itu angin malam
Yang sudah biasa membuatku menggigil
Hingga ku tak lagi kan panggil namamu
Temani semu
Namun mengapa? Semua telah redah;Hujan telah tiada
Mengapa kau berubah menjadi abulu’lu’ah yang membunuh umar bin khattab
;Mengapa kau rubah
Hati yang mengibah padamu?_
Dinda,jika malam datang dan aku tak pulang maka jangan
Panggil aku pecundang
Sungguh aku tak ingin jadi malinkundang hanya karenamu, yang
Berikan aku sebuah tulang ikan dan buatku TApEllANg
_Aku talah tersakiti
Olek kalajengking yang menyengat semalam
Dan juga cakaran tanganmu
Aortaku terputus dan meletus otakku bila dengan namamu


Pamflet cinta cinta

Dibingkai hariku msih terlukis namamu
Manjadi puing-puing berwarna pelangi
Yang berubah menjadi hiasan grafity
Yang tak menemui arti
Sikapmu sungguh tak dapat kutebak
Seperti seisi kardus yang masih tertutup rapat dan juga;-
Sibunga putri malu yang selalu kuncup ketika kukecup
dan disini aku tetap saja melompat
Hingga diatas kursi yang terpahat
aku duduk sambil melipat dan
meneta hati
Membuang rasa penat yang menyengat
Kubuang pula sebuah ketupat yang
Semalam disajikan bebrapa orang
dirumah-rumah mereka
_ketupat yang tak kutemu rasanya
Ya, aku tetap melompat
Bersama komat kamit aku duduk tegap
Berdzikir pada sang esa
Dilah yang menjadikan alam begitu indahyang kadang menyiksa dada
Seperti kau yang selalu saja
memaksa memasuki qalbu yg terdalam
Dan tentang kita kupasrahkan saja padan-Nya

Marsus Banjarbarat


Lahir 20 September 1989 di Sumenep. Alumni SMA Al-In’am, Banjar Timur, Gapura Sumenep. Sekarang menjadi mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Puisinya telah dimuat di beberapa media massa lokal dan nasional. Sebagian puisinya terkumpul dalam buku antologi bersama Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2010 (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010).


Kematian


ribuan musim
bertengger di tangkai bunga-bunga
dari garis bibir merekah
mengayun waktu berganti asa
matahari menggelinding
malam gugusan bintang melintas ruang pengap
habiskan garis-garis fajar bersinar redup
kemudian, kenanglah kematian bunga-bunga

kini entah sampai di mana seruak keminyan
mempesona bergilir sepoi angin
meluncur tajam
sayap-sayap dzikir kepastian
biarlah suara gumpalan airmata yang berat
sedenyut jantung kubisikkan nyanyian suci
kulepas airmata dari kematian bunga-bunga
dalam gelas akhir nasib dunianya

Yogyakarta 26 November 2009


Sepasang Kunang-kunang

sepasang kunang-kunang
bagai perak bening menghampar batas bumi
sebaris sajakku tersungkur
membaringkan buaian musim sejadah pagi

sepasang kunang-kunang
gemerlap antara tirai tafakur
mengisi celah ketawakkalan
nasib terkubur rapuh
meluncur bagai desiran angin
basah kuyup bagai kebahagiaan

sepasang kunang-kunang
telah kunikmati
sebuah permadani terhampar santun
sentuhan sujud di pagi bening

sepasang kunang-kunang
menggeliat di antara jendela bibir-bibir sunyi
seirama doa dari penderitaan kehidupan dan kematian
menetes seperti cahaya bulan
dikeharibaan Tuhan!

Yogyakarta 28 November 2009