Lahir di Kampung Pang-panggung, Dusun Kombung Barat, Desa Ellak Daya, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep, 09 Juni 1989, Madura, Jawa Timur. Alumni Mts Bustanul Ulum Ellak Daya tahun 2005 dan SMA Annuqayah Guluk-guluk tahun 2008. Sekarang sedang nyantri di PP. Annuqayah daerah Latee sekaligus mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-guluk Fakultas Syari'ah Jurusan Mu’amalah. Menulis puisi, cerpen, esei, opini, gagasan, resensi, dll. Karya-karyanya dimuat di media lokal dan nasional. Seperti, Kompas (Anak), Jawa Pos (Gagasan), Radar Madura (Jawa Pos Group), Annida (Online & Cetak), SituSeni (Online), Ummi, Sidogiri, Kuntum, Keren Beken, Fajar, Hijrah, Isabella, Al-Kaun, dll. Antologi puisi bersama kawan-kawan; Rumah Seribu Pintu (RSB, 2008), Annuqayah dalam Puisi 2008—bersama D. Zawawi Imron, M. Faizi, Maftuhah Jakfar, Bernando J. Sujibto, dlsb—(BPA, 2008), Manuskrip Pertama 2009 (BPA, 2009), Tinta Kehidupan (TIRTA, 2010), Risalah yang Membumi (COTOT, 2011), Safar (RSB, 2011), Getir Maut yang Memburu—bersama dua teman: Aidi Audaria dan Khalil Tirta AngGara—(Rumah Kata Press, 2011), dan Suara-suara Rakyat Kecil—bersama Naning Pranoto, Ahmad Nurullah, Uki Bayu Sedjati, Aant S. Kawisar, Remmy Novaris DM, Sides Sudyarto DS, Shinta Miranda, Heru Emka, dlsb—(Rayakultura, 2011). Bergabung di komunitas sastra Bengkel Puisi Annuqayah (BPA) dan Rumah Sastra Bersama (RSB), Guluk-guluk, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Beralamat: PP. Annuqayah Latee, Al-Bukhari No. 21, Jl. Makam Pahlawan, Guluk-guluk, Sumenep, Madura, Jawa Timur 69463. Phone. (0328) 821366, Faks. (0328) 821155. E-mail: rusydizamzami@gmail.com
HUJAN DAN PUING-PUING KOTA
:Syahdaka Musyfiq Abdaka
masih setiakah kau menafsir hujan
ke dalam kata-kata yang disusun
dari puing-puing kota
dan pernahkah seseduh angan saja
kau mengingat sajak kecil
—yang kuanggit dari sisa mimpi
dan perih luka ayah-ibu
memanjakan ladang-ladang
dengan keringat dan do’a-do’a
siang-malam—
yang beberapa waktu lalu
dilarikan api entah kemana
sementara manusia-manusia tetap saja
sebagai suara-suara
yang terus menghujat tuhan:
kau, yang katanya tuhan!
mengapa kau letuskan rumah-rumah
dan tubuh-tubuh
tak adakah ulah yang lain
ataukah telah bosan
sehingga mengacau otak kami
dengan hal-hal di luar batas kemampuan
seperti angin mengacak daun-daun
kapan pun ia mau
maka, mulai saat ini
kucerai dan kulepas kau dari tubuh kami
sebab kami sudah tak lagi butuh kau
sebab kami sudah tak lagi butuh tuhan
sebab kami ingin bebas
dan akan kami bangun kembali
puing-puing kota ini
menjadi kota yang lebih damai dan asri
—tentunya tanpa kau: tuhan
dan segala aturan
duh, kau dengarkah suara-suara itu
semakin hari semakin mengejutkan
dan menggetirkan maut
yang berteduh di bawah pohon
satu-satunya
yang masih tersisa di jantung kota
dan semoga saja kau tetap setia
menafsir hujan ke dalam kata-kata
yang disusun dari puing-puing kota
lalu kuamini kau sebagai penyair
yang tak hirau pada logika
Guluk-guluk: Februari, 7~2011.
KAMU
:roihatul hasanah
aku selalu ditipu waktu
mengingat kamu
jatuh ke dalam labirin mimpi
yang menggelapkan batin
maka kuliarkan khayalku
menyunting matamu
biar kunang-kunang
yang kerap menyangkutkan diri
di situ
tak lagi mengapungkan rembulan
dan pindah
jadi bingkai mayatku
Guluk-guluk: Januari, 14~2011.
PENGAKUAN
dari yang—katanya—kafir
kau ganggu tidurku
dengan tetes darah
yang memantul di bantal
kau balut tubuhku
dengan cuaca gaib
yang merenggut
khayal
ya, ya
aku memang telah menceraikanmu
sejak dua putaran musim yang lalu
dan kau sendiri sudah tahu
bahwa alur langkahku
adalah jalan takdir
yang kau restui sebagai lawan sekutu
Guluk-guluk: Januari, 20~2011.
HIJAU
:jasadku
kau balut jantungku
dengan warna tuak
dan daging pelacur
kau letuskan kata-kata
hingga matamu menyala
dan terbakar:
semasih hijau dan basah, menarilah
wah, tidakkah kau rasakan
di samping rumahmu
daun-daun gagar
sebelum bau melati
menyentuhnya
Guluk-guluk: Januari, 21~2011.
MENJEMPUT MUSIM DAUN
untuk mejemput kedatangan musim daun
telah kusiapkan segala yang menjadikan betah:
tanah yang luka di halaman
kubasuh dengan airmata
dinding yang berlumut di gedung
kuhapus dengan darah
pohon yang retak di samping rumah
kutambal dengan daging
wah, betapa seluruhku
sebentar lagi patah-patah
mengalirkan langkah-langkah
Guluk-guluk: Januari, 24~2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar